![]() |
Pilkada. sumber foto: nasional.sindonews.com |
Setelah sekian waktu pelaksaan Pilkada di Indonesia maka telah dilakukan evaluasi dalam Seminar Nasional Evaluasi Pemilukada tahun 2012 lalu. Evaluasi ini dilakukan tentunya untu meyakini sepenuhnya bahwa demokrasi yang hendak dikembangkan bukan hanya demokrasi prosedural semata, artinya juga harus menjadi demokrasi substansial, artinya selain harus sejalan dengan kehendak rakyat juga harus berpegang pada nilai-nilai luhur Panca sila pada Sila keempat yang menyatakan "kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijkasanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan". Inilah yang menjadi dasar pengakuan terhadap kedaulanatan rakyat dalam prinsip-prinsip dasar dan mekanisme demokrasi. Reformasi telah mengembalikan kedaulatan rakyat sebagai dasar bernegara melalui mekanisme demokrasi, baik ditingkat nasional maupun ditingkat daerah. Dalam konteks ini Pilkada merupakan wujud nyata mekanisme pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah.
Pemilihan Kepala
Daerah merupakan salah satu momen terpenting dalam politik yang menjadi awal
pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan ditingkat daerah. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memberikan hak otonomi kepada daerah
yaitu hak untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya seluas-luasnya. Maka
Pilkada akan sangat memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan pelaksanaan
pemerintahan daerah yang tentu juga akan memberi pengaruh pada penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Pilkada sebagai
mekanisme Pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat di daerah telah
dijalankan sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah
mengalami beberapa perubahan sampai saat ini menjadi Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Pilkada telah mengalami banyak perkembangan, baik dari sisi aturan, peserta,
penyelenggara, dan mekanismenya. Perkembangan tersebut terjadi baik melalui
peraturan-peraturan maupun melalui Putusan Mahkama Konstitusi, karena Mahkama
Konstitusi memiliki wewenang untuk memutus perkara perselisihan dalam Pilkada, atau
disebut dengan sengketa Pilkada.
Pilkada diharapkan
dapat mengakomodasi sistem seleksi terpadu yang saling melengkapi untuk
melahirkan calon kepala daerah terpilih yang berkualitas, mulai dari seleksi
sistem kenegaraan, Partai politik, administratif, hukum administratif sampai
seleksi politis. Atas dasar itu, Pilkada diharapkan akan menghasilkan pemimpin
yang aspiratif, berkualitas, dan legitimate yang akan lebih mendekatkan
pemerintah dengan rakyat. Harapan lain, Pilkada menjadi bagian integral dari akselerasi
demokrasi ditingkat nasional. Artinya demokrasi ditataran nasional akan
bertumbuhkembang secara mapan jika pada tingkat lokal nilai-nilai demokrasi
telah berakar kuata terlebih dulu.
Pada awal
penerapannya, mekanisme Pilkada disambut dengan antusias yang sangat tinggi
oleh masyarakat. antusiasme itu ditunjukkan dengan partisipasi masyarakat yang
tinggi dalam setiap pelaksanaan Pilkada. Sebagaimana diketahui, tingginya
partisipasi masyarakat seringkali digunakan sebagai salah satu ukuran keberhasilan
penyelenggaraan Pilkada, termasuk mengukur kuat tidaknya legitimasi politik
calon terpilih. Demokrasi selalu menyediakan wadah yang luas bagi rakyat untuk
berpartisipasi atau ikut serta secara politik dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Oleh karena itu dapat dikatakan, semakin rendah partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada maka semakin rendah pula kualitas Pilkada
tersebut.
Demokrasi yang
dijamin didalam pelaksanaan Pilkada sangant luas, meskipun demikian ada batasan
yang diberikan oleh Undang-Undang untuk masyarakt umum yang ikut terlibat dalam
pelasanaan Pilkada, baik para peserta Pilkada, pelaksana Pilkada, dan Pemilih
No comments:
Post a Comment